Manajemen Pendakian Gunung Aconcagua, Argentina dan Gunung Carstensz Pyramid, Papua

By Rivelson Saragih - Dansatgas Ekspedisi Indonesia Raya, Kabid Kegiatan PB FMI

6/4/202515 min baca

Kabid Kegiatan PB FMI, Rivelson Saragih

Dalam suatu kegiatan pendakian di setiap pegunungan, diperlukan adanya standar operasional prosedur (SOP) bagi setiap pendaki baik individu maupun kelompok untuk mematuhi regulasi yang telah berlaku. Hal ini digunakan untuk menjamin keamanan dan keselamatan setiap pendaki yang melaksanakan pendakian. Pada kesempatan ini, penulis menjadikan regulasi yang ada di Gunung Aconcagua, Argentina dan Gunung Carstensz Pyramid, Papua sebagai acuan regulasi bagi para pendaki untuk agar dapat membuat sebuah manajemen pendakian tersebut dengan baik dan berhasil dengan aman dan lancar.

1. Regulasi Pendakian di Gunung Aconcagua, Argentina

a) Registrasi di kantor Kementerian Pariwisata. Pendaftaran pendakian di pegunungan Andes dilakukan di kantor Kementerian pariwisata (Mendoza), setelah terlebih dahulu melakukan pembayaran sesuai trip wisata yang diinginkan. Saat melakukan registrasi di kantor Kementerian Pariwisata, petugas kantor pariwisata akan memverifikasi pembayaran yang sudah dilakukan sesuai dengan tujuan dan paket wisata yang diinginkan.

b) Penunjukan Pemandu (Trip Operator). Penunjukan travel guide atau Trip Operator pendakian dapat dilakukan oleh pihak kantor pariwisata atau pihak treveling (pendaki) sendiri, dengan melakukan konfirmasi kepada petugas kantor pariwisata. Kemudian kantor pariwisata akan mencatat nama agen treveling serta petugas guide yang terlibat sesuai dengan kualifikasi yang mereka miliki dan tercatat di kantor Kementerian pariwisata. Di kantor pariwisata yang berada di kota Mendoza, kemudian akan dicatat nama-nama pendaki yang terlibat serta pengecekan paspor dan visa. Penunjukan Trip Operator ini sangat penting mengingat mereka akan dibekali form penilaian pelayanan selama mendampingi pendaki. Form tersebut dibagikan pada awal pendakian kepada tiap-tiap pendaki sekaligus bekal atau modal bagi para pemandu untuk mendapatkan poin yang bertujuan sebagai peningkatan standar kualifikasi bagi mereka.

c) Pengecekan Standar Gear (Perlengkapan Standar). Petugas pemandu pendakian yang sudah ditunjuk oleh Kementerian pariwisata akan menjadi perwakilan untuk melakukan pemeriksaan terhadap gears (perlengkapan pendakian) sesuai standar di pegunungan Andes. Dan setiap pendaki harus menunjukkan perlengkapan yang dimiliki untuk diperiksa apakah sesuai atau tidak. Jika tidak sesuai maka pemandu akan menunjukkan tempat penyewaan perlengkapan mendaki yang terdapat di kota Mendoza, serta memberikan masukan terkait perlengkapan apa yang terbaik untuk setiap pendaki.

d) Pembayaran Biaya Trip di Bank. Pembayaran trip pendakian ini dilakukan di bank yang ada di kota Mendoza, sesuai dengan harga paket wisata yang diinginkan oleh para pendaki. Dengan melakukan pembayaran trip wisata (pendakian), maka pendaki akan mendapatkan tanda pembayaran, yang nantinya diperiksa oleh pihak kantor Kementerian Pariwisata sebagai legalitas untuk melakukan trip pendakian ke pegunungan Andes.

e) Pemeriksaan Kesehatan dan Asuransi. Pemeriksaan kesehatan akan dilakukan di Pos Confluencia dan Plaza de Mulas guna meyakinkan pendaki tidak mengalami hambatan dalam melaksanakan pendakian ke puncak gunung Aconcagua. Pendaki yang dinyatakan tidak memenuhi standar kesehatan, maka akan ditangani sementara oleh petugas medis yang ada di Pos Confluencia maupun Plaza de Mulas. Bila dinyatakan tidak layak, maka akan dilakukan pemulangan atau penanganan medis sesuai dengan tingkat asuransi yang dimiliki oleh si pendaki.

f) Pemantauan Pendakian oleh Helikopter dan Drone. Dalam aktivitas pendakian yang dilakukan oleh Kementerian pariwisata Argentina dipantau oleh petugas lapangan atau ranger. Dalam satu hari terdapat dua kali penerbangan untuk melakukan patroli surveylance terhadap setiap aktivitas pendakian, yang pelaksanaan take off dilakukan dari Pos pemantau Ranger di Les Penitentes. Kemudian di Pos Confluencia maupun Plaza de Mulas dilakukan pemantauan aktivitas pendakian dengan menerbangkan drone dalam kurun waktu tertentu.

2. Regulasi Pendakian di Gunung Carstensz Pyramid, Papua

a) Registrasi. Untuk registrasi pendakian ke gunung Carstens Pyramid atau yang biasa dikenal Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) dapat dilaksanakan di sejumlah tempat seperti Kantor Balai Taman Nasional Lorentz yang berkedudukan di Kota Wamena, Papua. Selain itu Simaksi juga bisa diperoleh melalui Seksi ORN Wilayah masing-masing seperti di SPTN 1 di Timika, SPTN 2 Jayawijaya di Wamena, dan SPTN 3 Nabire di Nabire. Selanjutnya, untuk dapat menaiki puncak gunung Carstensz Pyramid, pendaki harus mendapatkan izin atau rekomendasi dari aparat kepolisian. Hal ini tertuang dalam surat Nomor: PG.20/T.27/HMS.2.8/B/04/2024 yang dikeluarkan Balai Taman Nasional Lorentz sebagai pengelola Cartenz di Wamena pada 19 April 2024.

b) Penunjukan Guide (Trip Operator). Pendaki yang ingin mendaki Gunung Carstensz Pyramid juga diminta oleh pengelola taman nasional setempat agar menggunakan jasa trekking organizer yang memiliki izin resmi atau didampingi oleh pemandu gunung profesional. Di samping itu, para pendaki gunung diminta untuk komitmen dalam menjaga kebersihan dan mengikuti SOP yang berlaku di Balai Taman Nasional Lorentz. Dalam beberapa kejadian, sang pemandu pendakian di gunung Carstensz Pyramid justru meninggalkan pendakinya di pertengahan jalan turun dari puncak. Hal ini menjadi pengalaman tersendiri bagi tim Ekspedisi Indonesia Raya yang sempat menyelamatkan seorang pendaki perempuan yang ditinggal di Teras Besar oleh sang pemandu.

c) Pengecekan Standar Gear (Perlengkapan Standar).

d) Pembayaran Biaya Trip Pendakian. Pembayaran trip pendakian dilakukan kepada Trip Operator, yang menjadi penghubung kepada BTNL dan pihak aparat keamanan untuk pengurusan ijin pendakian ke Gunung Carstensz Pyramid.

e) Pemeriksaan Kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan dengan melampirkan surat keterangan sehat dari dokter, yang dilampirkan saat pengurusan registrasi atau SIMAKSI.

f) Pemantauan Pendakian. Sampai dengan saat ini yang mampu melakukan pemantauan secara langsung terhadap aktivitas pendakian di Gunung Carstensz Pyramid adalah pihak PT Freeport Indonesia, karena lokasinya yang memang bersebelahan dengan titik pendakian (summit attack point). Titik point yang sangat krusial dan menjadi perhatian khusus serta sering menelan korban jiwa adalah area Yellow Valley (Lembah Kuning). Jarak titik ini dengan area kerja tambang PTFI hanya sekitar 4 mil, dan perusahaan tambang ini memiliki sarana patroli udara yang rutin melakukan pemantauan dalam hal keamanan kerja perusahaan. Selain itu, sebelum sampai di Lembah Danau Satu, terdapat alat pantau atau surveylance milik PTFI.

Melaksanakan kegiatan pendakian untuk mencapai puncak gunung akan menjadi sebuah pengalaman yang berharga bagi setiap orang. Dengan hadirnya sensasi dari mendaki gunung tersebut, kegiatan di pegunungan pun sering menawarkan pemandangan yang menakjubkan serta menarik minat bagi banyak orang untuk sekedar ber-selfi ria. Banyak pendaki yang mencoba untuk menempuh upaya pendakian tanpa melalui persiapan yang matang, yang akhirnya pendakian berjalan dengan cerita yang jauh berbeda dari apa yang diinginkan sebelumnya. Itu sebabnya, sangat penting bagi setiap orang untuk memahami tentang keselamatan pendakian, dimana di dalamnya tidak terlepas dari kondisi kesehatan dan kemampuan fisik. Dan hal tersebut besar kemungkinan akan dihadapi oleh setiap pendaki pada saat mencari petualangan di ketinggian atau di pegunungan.

Ada beberapa hal terkait keselamatan pendakian yang perlu diperhatikan oleh setiap pendaki dalam sebuah pendakian, agar kegiatan pendakian yang dilaksanakan dapat berjalan aman dan lancar.

1. Status Gunung

Sebelum melaksanakan pendakian, sebaiknya setiap pendaki sudah terlebih dahulu mengetahui dengan jelas status gunung yang akan dikunjungi, sehingga saat akan melakukan pendakian, para pendaki sudah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan sesuai dengan karakter gunung tersebut. Kondisi gunung aktif atau vulcano akan sangat mempengaruhi kegiatan pendakian gunung. Seperti halnya gunung semeru yang selalu aktif memuntahkan debunya dalam skala kecil, namun masih boleh untuk didaki. Sedangkan ketika gunung semeru memuntahkan lava dalam jumlah besar maka kegiatan pendakian akan dihentikan untuk menjaga keamanan dan keselamatan kegiatan pendakian.

Banyak pendaki asing yang terheran-heran karena hampir seluruh gunung di Indonesia yang dijadikan objek wisata pendakian adalah merupakan gunung volcano aktif. Oleh karenanya, perlu diamati dengan baik tentang status gunung yang akan didaki serta perkembangan terakhir yang ada terkait dengan keaktifan gunung tersebut.

2. Perlengkapan yang Tepat

Sangat penting untuk mengenakan perlengkapan yang tepat untuk hiking dan mendaki gunung. Kenakan pakaian yang memungkinkan Anda bergerak dan bermanuver dengan nyaman. Pilih sepatu pas yang memberikan penyangga, stabilitas, dan daya cengram pergelangan kaki. Untuk pendakian di jalur berbatu, dapat menggunakan satu atau dua tongkat untuk membantu menjaga keseimbangan pendaki saat bernavigasi medan yang tidak rata. Penggunaan tiang penyangga pada ransel juga akan menghilangkan sebagian dampak fisik dari lutut, pinggul, pergelangan kaki, dan punggung bawah pendaki.

Dalam kegiatan pendakian sebaiknya membawa perlengkapan untuk semua jenis cuaca. Udara akan lebih tipis pada ketinggian. Hal ini dapat menyebabkan perubahan suhu yang ekstrem dan cepat. Upaya menggunakan pakaian berlapis dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Jangan lupa menggunakan pakaian luar yang tahan terhadap hujan dan angin serta terbuat dari bahan yang ringan. Seorang pendaki juga harus membawa sesuatu untuk mencegah sinar matahari langsung menyentuh mata, seperti menggunakan topi bertepi dan kacamata hitam. Jangan lupa untuk menggunakan tabir surya. Sinar matahari cenderung lebih intens di ketinggian yang lebih tinggi, terutama jika memantulkan salju.

Pengusir serangga juga penting agar lebih hangat, sementara pakaian berwarna terang bisa lebih dingin dan kurang menarik bagi hamaKetika pendaki berada di ketinggian pegunungan, maka pendaki mungkin jauh dari peradaban dan akses bantuan, maka ingatlah selalu untuk membawa makanan dan air selama dalam perjalanan. Tetap hindari dehidrasi dengan asupan air yang cukup karena perjalanan pendakian akan menghasilkan keringat yang lebih banyak di ketinggian yang lebih tinggi. Upayakan menata semua perlengkapan dan makanan ekstra dengan baik di dalam ransel serta dengan penyangga setidaknya dua tali.

3. Waktu Pendakian

Mengetahui secara baik dan benar kapan waktu pendakian sangatlah membantu dalam menjaga keselamatan dalam sebuah pendakian. Waktu pendakian sangat bergantung dengan status gunung yang akan didaki. Sebagaimana diketahui bahwa hampir seluruh pegunungan di Indonesia yang menjadi wisata pendakian merupakan gunung volcano yang aktif. Sehingga saat melaksanakan pendakian perlu diketahui apakah gunung tersebut sedang aktif atau tidak.

Waktu pendakian juga sangat erat kaitannya dengan situasi dan kondisi cuaca yang sedang berlaku di sekitar area pegunungan tersebut. Satu hal lagi yang sangat penting adalah perlu diketahui status keamanan yang berlaku di wilayah pegunungan yang akan menjadi sasaran target pendakian. Sebagai contoh Gunung Carstensz Pyramid sangat sering terjadi perubahan situasi kemananan yang dapat menggagalkan upaya pendakian yang sudah direncanakan.

4. Penyakit Ketinggian

Masih banyak pendaki yang belum memahami adanya seb penyakit ketinggian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang terjadi di pegunungan, yang akhirnya menyebabkan hilangnya nyawa pendaki di pegunungan. Salah satu kesulitan dalam mendaki gunung adalah medan ketinggian itu sendiri dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

Penyakit gunung akut (Acut Mountain Sickness) adalah gangguan terkait ketinggian yang paling umum. Ini umumnya dikenal sebagai penyakit ketinggian. Gejala utamanya adalah sakit kepala yang parah, tetapi gejala lain mungkin termasuk mual, kelelahan, pusing, mengantuk dan insomnia. Beberapa gangguan terkait ketinggian lainnya meliputi Edema Paru Dataran Tinggi (HAPE), Edema Serebral Dataran Tinggi (HACE), Edema Perifer, yang dapat menyebabkan tangan, kaki dan wajah pendaki menjadi membengkak.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mengurangi risiko terhadap penyakit ketinggian adalah sebagai berikut:

a. Aklimatisasi 

Sebagian besar penyakit terkait ketinggian disebabkan oleh kekurangan oksigen. Ketinggian yang tinggi memiliki konsentrasi oksigen yang lebih rendah di udara. Oleh karenanya maka pendaki mungkin dapat menghindari penyakit ketinggian dengan terlebih dahulu melakukan aklimatisasi yang tepat. Penting bagi para pendaki untuk meluangkan waktu untuk bepergian ke dataran yang memiliki ketinggian. Daripada mengemudi atau terbang ke titik awal ketinggian, cobalah untuk memulai rendah dan secara bertahap bergerak ke atas. Setelah Anda mencapai ketinggian 8,000 kaki, banyak ahli menyarankan untuk tidak mendaki lebih dari 1,000 kaki per hari.

Kesehatan pendaki secara keseluruhan dapat membatasi seberapa tinggi pendaki itu dapat mendaki dengan aman. Penting untuk melakukan konsultasi dengan dokter jika seorang pendaki memiliki penyakit bawaan seperti serangan jantung, stroke, gumpalan darah dan penyakit asma, sebelum benar-benar memutuskan untuk mendaki gunung yang tinggi. Selain itu juga sangat penting untuk menghindari terhidrasi, menghindari minum alkohol, tetap hangat, tidak merokok, dan makan secara teratur. Bagi sebagian pendaki dan pemimpin trekking biasanya membawa pasokan oksigen saat bepergian ke ketinggian yang sangat tinggi.

b. Obat-obatan

Obat acetazolamide (Diamox Sequels) dapat membantu mencegah penyakit terkait ketinggian. Acetazolamide bekerja dengan membantu ginjal untuk menyingkirkan bikarbonat, yang merangsang pernapasan manusia. Ini membantu seorang pendaki untuk mengambil lebih banyak oksigen. Ini juga meniru perubahan fisiologis yang terkait dengan aklimatalisasi. Efek sampingnya bisa berupa mati rasa ringan dan kesemutan dan perubahan rasa. Deksametason kortikosteroid (Decadron) dapat digunakan pada mereka yang tidak mentolerir asetazolamida.

c. Menurunkan Pendaki

Jika seorang pendaki mengalami gejala seperti penyakit terkait ketinggian, maka segeralah turun ke posisi dataran yang lebih rendah. Pendaki lain dapat membantu dengan menoba untuk menurunkan si pendaki tersebut sejauh 3.000 kaki atau lebih. Nmaun apabila upaya tersebut tidak dapat segera dilakukan, maka dapat pula diambil tindakan sementara yakni dengan mengelola penyakit ketinggian dengan menempatkan si pendaki ke dalam kantong bertekanan (gamow), kemudian diberi oksigen, atau dapat diberi obat-obatan seperti deksametason.

MERENCANAKAN PENDAKIAN GUNUNG

Merencanakan sebuah pendakian dengan baik sangat penting untuk memastikan keselamatan, kenyamanan, dan kesuksesan kegiatan tersebut. Salah satu tujuan utama dari pelaksanaan pendakian adalah keberhasilan membawa kembali seluruh pendaki dalam keadaan sehat dan selamat. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diikuti untuk merencanakan pendakian.

1. Mapping Tempat Pendakian

Membuat pemetaan terhadap tempat pendakian yang akan direncanakan menjadi sebuah modal besar dalam merencanakan sebuah keberhasilan pendakian. Dengan mengetahui segala sesuatu yang ada di wilayah tempat pendakian, maka akan dapat diperoleh banyak hal yang sangat berguna untuk membuat sebuah rencana pendakian gunung. Seperti halnya sarana transportasi yang ada di wilayah pegunungan serta layanan yang tersedia bagi setiap pendaki dalam kegiatan pendakian.

a. Pelajari Karakter Gunung. Karakter gunung yang akan menjadi target pendakian sangat penting untuk dipelajari. Hal ini mengingat bahwa di setiap area pegunungan memiliki adat dan budaya lokal yang berbeda-beda pula. Sehingga perlu dipelajari baik itu adat istiadat lokal serta karakter yang dimiliki oleh gunung yang menjadi tujuan pendakian. Demikian pula dengan struktur gunung yang ada, seperti gunung batu akan membutuhkan perlengkapan rock-climbing, sementara gunung volcano lebih banyak membutuhkan keterampilan perjalanan jauh (hiking).

b. Layanan Pendakian. Dalam merencanakan pendakian, perlu diketahui layanan apa saja yang ada dalam sebuah pendakian, sehingga dapat direncanakan dengan baik hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan sejak dini. Pada pendakian di gunung Aconcagua, Argentina, telah disiapkan layanan kesehatan dan keselamatan bagi setiap pendaki. Demikian juga dengan layanan porter dan guide telah disiapkan sesuai dengan kualifikasi yang menjadi standar pendakian di Argentina.

Layanan pemandu yang berpengalaman memberikan pengetahuan yang tak ternilai, memastikan keselamatan pendaki dan memaksimalkan peluang pendaki untuk mencapai puncak Hal ini menjadi salah satu faktor pendukung dalam menentukan keberhasilan pendakian. Layanan ini akan sangat membantu ketika kegiatan pendakian untuk mencapai keberhasilan dalam rencana pendakian.

2. Membuat Rencana Pendakian

Dalam rencana pendakian perlu ditetapkan siapa ketua dan siapa yang bertanggung jawab dalam kegiatan pendakian yang direncanakan. Terkait dengan tanggung jawab tersebut, perlu pula ditentukan siapa yang mengkoordinir kegiatan pendakian, sehingga para pendaki dapat fokus pada penyiapan fisik dan mental, sementara koordinator bertanggung jawab untuk memenuhi keperluan dari administrasi pendakian. Selanjutnya perlu pula dibuatkan jadwal perjalanan sampai dengan membuat rencana rute pendakian sesuai dengan keterampilan yang dimiliki oleh para pendaki. Dengan adanya rencana pendakian ini maka kegiatan pendakian akan memiliki sebuah koridor yang dapat dijadikan panduan rencana pendakian.

a. Jadwal Perjalanan. Membuat rencana perjalanan sangat penting mengingat rencana pendakian terkadang jauh dari perkotaan atau bahkan hanya tersedia layanan transportasi yang terbatas. Belum lagi bila dihadapkan dengan perubahan situasi dan kondisi di wilayah pegunungan yang tidak menentu. Sebagai contoh, pada saat melakukan pendakian di gunung Aconcagua, Argentina jadwal pendakian yang kami laksanakan adalah pada tahap terakhir pendakian, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan “second summit” disebabkan waktu pendakian yang sudah memasuki masa musim dingin. Sementara pada masa musim dingin, semua pendakian normal akan ditutup dan diganti dengan pendakian ekstrem.

b. Rute Pendakian. Mempelajari dan menentukan rute yang ada ditawarkan oleh Gunung dapat mempermudah pendakian yang sudah direncanakan. Tentukan rute yang sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh para pendaki. Jangan mengikuti ambisi untuk menaklukkan gunung itu sendiri. Tingkat kesulitan rute tentu saja merupakan faktor utama dalam merencanakan perjalanan atau pendakian gunung. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan rute pendakian adalah Teknis pendakian, Panjang atau jarak rute, Tingkat bahaya dan Kesulitan navigasi.

c. Penentuan The Day.  Penentuan hari pendakian ini sangat erat kaitannya dengan kesiapan segala hal yang diperlukan serta didukung oleh sarana dan prasarana dalam pendakian. Seperti halnya pemilihan cuaca yang tepat serta prediksi perubahan cuaca akan membantu melancarkan kegiatan pendakian. Pemilihan waktu pendakian ini merupakan sebuah perhitungan matang yang diperlukan dalam rencana pelaksanaan summit ke puncak gunung. Hal ini perlu dijadikan pertimbangan khusus agar tidak menghambat rencana pendakian yang diharapkan.

3. Merencanakan Perlengkapan Pendakian

Dalam sebuah pendakian, perlengkapan akan menjadi sangat vital dibutuhkan, baik itu perlengkapan pribadi atau perorangan maupun perlengkapan kelompok. Keterbatasan perlengkapan yang dibawa akan mempengaruhi dan mungkin akan mempersulit upaya pendakian yang sudah direncanakan. Oleh karena itu, perlu secara cermat untuk memebuat rencana perlengkapan apa saja yang harus dimiliki dan dibawa oleh setiap pendaki, yang disesuaikan dengan karakater pegunungan. Seperti halnya di gunung Aconcagua, dibutuhkan Sepatu crampon untuk pelaksanaan summit, sementara di gunung Carstensz Pyramid lebih dibutuhkan sepatu gunung. Demikian juga dengan perlengkapan kelompok, siapa yang harus bertanggung jawab untuk membawanya sampai ke titik tujuan yang sudah ditentukan.

a. Navigasi. Banyak orang yang sudah mendaki gunung, namun ternyata belum memahami akan navigasi pendakian. Mungkin bagi mereka navigasi itu hanya dibutuhkan untuk penunjuk jalan dan penentu arah tujuan paket barang, atau mungkin juga mereka berpikir bahwa navigasi itu hanya digunakan pada para pekerja di kapal/kelautan. Kesalahpahaman ini akan membuat kesulitan bertambah bagi para pendaki Ketika mereka mengalami hal-hal yang tidak diduga sebelumnya. Sebagai contoh yang sering kali terjadi, seorang pendaki yang tertinggal dari kelompoknya akhirnya justru menjauh dari pos-pos pendakian yang seharusnya dilalui oleh setiap pendaki. Dengan adanya pengetahuan yang baik tentang navigasi ini, maka seharusnya pendaki yang tertinggal itu dapat menyusul kelompoknya hingga ke pos berikutnya.

Alat navigasi yang wajib dimiliki oleh para pendaki adalah peta Lokasi pendakian, Kompas (alat penunjuk arah) dan GPS (Global Positioning System). Sebenarnya ada alat navigasi lain yang dapat digunakan bagi para pendaki yaitu dengan menggunakan sarana kendali waktu dan check point, namun hal ini digunakan bagi mereka yang sudah mahir menggunakan alat navigasi standar seperti peta, kompas dan GPS.

b. Perlengkapan Perorangan. Perlengkapan yang dimiliki oleh perorangan dalam sebuah pendakian akan menentukan keberhasil dalam upaya pendakian. Manakala seseorang memiliki kekurangan saat sudah di pegunungan, maka akan dapat menghambat upaya pendakian bagi kelompoknya. Sehingga sebaik mungkin perlengkapan jni harus sesuai standar sesuai dengan kondisi dan karakter yang ada di pegunungan. Itu sebabnya perlu direncanakan seperti apa perlengkapan yang dibutuhkan di satu gunung yang akan didaki. Sebagai contoh, saat mendaki ke pegunungan Andes, Argentina, maka pendaki harus memilik standar baju atau jaket dingin yang mampu menahan suhu dingin sampai minus 40 derajat celcius, mengingat bahwa suhu di pegunungan Andes bisa mencapai minus 35 derajat celcius. Sedangkan untuk mendaki ke gunung Carstens harus menggunakan baju atau jaket dingin yang mampu menahan suhu dingin sampai dengan minus 15 derajat celcius, mengingat bahwa ketika hujan salju turun maka suhu di pegunungan Carstens bisa mencapai minus 7 derajat celcius.

c. Perlengkapan Kelompok. Perlengkapan kelompok ini akan sangat membantu bagi setiap pendaki dalam sebuah pendakian. Pendakian yang dilakukan berkelompok maupun perorangan akan membutuhkan perlengkapan pendukung seperti tenda, alar masak, alat penerangan dan sebagainya. Kelengkapan alat pendukung ini dapat mempermudah upaya pelaksanaan pendakian yang direncanakan.

4. Mempersiapkan Fisik dan Mental

Untuk dapat mempersiapkan diri secara mental dan fisik, maka sebelum pelaksanaan pendakian sebaiknya para pendaki perlu melakukan kegiatan latihan yang dapat memberikan gambaran tentang pendakian yang akan dihadapi.

a. Latihan Rutin. Latihan rutin yang dilakukan sebaiknya di atas target pendakian yang direncanakan. Latihan ini dapat berupa penguatan kaki dan penguatan badan bagian atas untuk menerima beban berat saat melakukan perjalanan pendakian. Hal ini disebabkan beban berat saat mendaki dapat memicu penyakit ketinggian bila tidak terbiasa dgn beban berat. Penggunaan porter dalam pendakian sebaiknya diabaikan pada saat mempersiapkan latihan rutin. Pelaksanaan latihan ini juga sebaiknya sudah dilakukan 4-6 bulan sebelum pelaksanaan pendakian yang sebenarnya.

b. Melakukan Uji Coba. Penting sekali untuk melakukan uji kemampuan fisik sebelum melaksanakan pendakian yang sebenarnya. Pengujian ini dapat dilakukan pada gunung-gunung yang memiliki karakter yang hampir mirip dengan target gunung yang akan menjadi sasaran utama pendakian. Ujicoba ini sekaligus untuk mengetahui seberapa besar kemampuan dan keterampilan yang miliki oleh para pendaki, serta memberikan gambaran bagi para pendaki tentang bagaimana menghadapi berbagai tantangan yang akan dan mungkin terjadi di pegunungan. Selain itu juga ujicoba ini dapat memberikan hal yang positif bagi pendaki, terkait mampu atau tidaknya perlengkapan yang digunakan untuk menahan suhu dingin di pegunungan.

5. Membuat Rencana Darurat

Pentingnya membuat rencana darurat ini adalah ketika rencana pendakian yang sudah dipersiakan ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dengan adanya rencana darurat, maka rencana pendakian mungkin masih bisa terlaksana meskipun tidak seperti rencana semula, yang tujuan akhirnya adalah kegiatan pendakian dapat berjalan dengan lancar dan aman.

a. Mempelajari Protokol Keselamatan. Protokol keselamatan sangat vital dalam sebuah pendakian. Bagi pendaki profesional, protokol keselamatan ini menjadi standar utama yang tidak boleh diabaikan. Seperti halnya protokol keselamatan yang ada di gunung Aconcagua, Argentina, di mana protokol keselamatan pendakian menjadi perhatian utama dari pemerintah Argentina, untuk meminimalisir kerugian yang terjadi di pegunungan.

Protokol keselamatan ini dimulai dari pengecekan standar perlengkapan dan pemeriksaan kesehatan pada pos-pos tertentu. Dan hal ini tidak hanya menjadi kewajiban bagi pendaki, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab penuh dari setiap operator pendakian serta penyelenggara pendakian untuk menyediakan layanan keselamatan bagi pendaki. Mempelajari layanan protokol keselamatan yang ada di lingkungan pegunungan akan dapat mempermudah kelancaran pendakian.

b. Titik Medis Terdekat. Di setiap titik awal pendakian biasanya tersedia pos layanan kesehatan atau titik medis yang bertugas untuk memberikan bantuan kesehatan bagi pendaki yang mengalami kendala kesehatan di pegunungan. Hal ini harus dipersiapkan sebaik mungkin, mengingat bahwa kegiatan pendakian gunung dipenuhi dengan resiko bahkan sampai dengan kematian.

Semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendakian gunung harus benar-benar memperhatikan sistem palayanan medis yang akan diberikan bagi setiap pendaki. Dengan mengetahui layanan kesehatan yang tersedia, maka akan memberikan kemudahan bagi para pendaki dalam membuat rencana pendakian. Seperti halnya yang ada di gunung Carstens, Papua, bahwa layanan kesehatan terdekat berada di mile 68 Tembagapura. Hal ini akan memudahkan bagi para pendaki untuk membuat rencana emergency ketika terjadi hal-hal yang tidak direncanakan.

c. Menyiapkan obat-obatan. Selain mengandalkan layanan medis dari penyelenggara wisata pendakian, setiap pendaki sebaiknya mengetahui dan mempelajari kondisi kesehatan pribadi masing-masing serta mempersiapkan obat-obatan sesuai dengan kebutuhan pribadi. Hal ini akan sangat membantu, mengingat bahwa yang pertama mengetahui akan kondisi kesehatan pribadi adalah si pendaki itu sendiri. Oleh karenanya, obat-obatan pribadi yang sudah biasa dikonsumsi sebaiknya dipersiapkan untuk mengantisipasi jika terjadi gangguan kesehatan selama pendakian.

Ketika melaksanakan pendakian di gunung Aconcagua, Argentina, sebenarnya salah satu pendaki tim Ekspedisi Indonesia Raya akan diturunkan oleh tim medis dikarenakan si pendaki mengalami sakit gigi saat berada di ketinggian 3.400 MDPL. Namun dengan adanya koordinasi dari ketua kelompok pendakian dan guide leader serta adanya tanggung jawab yang harus dipatuhi oleh si pendaki maka tindakan menurunkan pendaki tersebut batal dilaksanakan. Hal ini dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan pendakian dapat berjalan lancar dan tidak terjadi korban jiwa dari pelaksanaan pendakian.

d. Manajemen Risiko. Dalam merencanakan sebuah pendakian tentunya akan ada resiko yang harus dihadapi oleh para pendaki. Oleh karena itu dalam perencanaan agar dibuat manajemen risiko yang mungkin akan terjadi selama masa pelaksanaan pendakian.

Selama melakukan pendakian di gunung Aconcagua, Argentina, tim Ekspedisi Indonesia Raya mengalami beberapa resiko yang harus dihadapi. Hal ini terjadi karena perubahan cuaca yang tidak bisa diprediksi saat akan melaksanakan summit attack. Situasi di gunung memang tidak boleh dianggap enteng. Pada ketinggian 6.600 MDPL tim ekspedisi menghadapi awan jamur dimana pandangan mata yang terbatas (hanya 1-2 meter), sehingga terjadi perdebatan untuk melanjutkan upaya summit attack, padahal posisi titik puncak hanya berkisar 300 meter saja. Dengan adanya manajemen resiko dalam pendakian maka pelaksanaan pendakian berjalan lancar dan semua pendaki dapat kembali dengan aman dan sehat.Pada dasarnya keselamatan pendaki harus lebih diutamakan dan itu adalah pilihan yang utama.

6. Perencanaan Logistik Pendakian

Perencanaan logistik yang baik dalam sebuah kegiatan pendakian tidak dapat dihindari, karena tanpa perencanaan logistik yang baik maka pelaksanaan pendakian akan mengalami kendala yang besar. Penentuan logistik yang dibutuhkan akan sangat berberda pada pendakian di gunung Carstensz Pyramid dengan di gunung Aconcagua. Selama pendakian Carstensz Pyramid, logistik masih dapat menggunakan berbahan karbohidrat seperti nasi dan mie instan. Sementara pada suhu minus 15 derajat celcius seperti di Argentina, dibutuhkan pemenuhan protein sebelum pelaksanaan pendakian.

Kemudian saat pelaksanaan pendakian hanya menggunakan makanan yang terbuat dari sup dan gel saja. Dan juga sangat tidak disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang terbuat dari beras dan indomie serta micin selama pendakian, karena akan menurunkan stamina pendaki untuk menghadapi suhu dingin.

Perencanaan pendakian dengan jumlah personel yang besar akan berdampak pada perencanaan kebutuhkan logistik yang besar pula. Hal ini akan mempersulit pergerakan pendakian. Oleh sebab itu dibutuhkan layanan porter agar dapat membawa kebutuhan logistik selama pelaksanaan kegiatan pendakian. Dan hal ini tentunya akan berdampak pula pada kesiapan pendanaan dalam pendakian, karena logistik yang besar juga sangat dibutuhkan ketika pendakian menghadapi perubahan situasi yang tidak menentu di pegunungan.***